Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Rabu, 17 Juni 2020

#Romantis

Sejak lama, saya percaya. Romantisme dalam rumah tangga itu bukan sesuatu yang bisa muncul begitu saja. Harus dibentuk, harus diupayakan. Dan tentu saja, sama seperti sebuah kebun bunga, harus dirawat dan dijaga.

Saya bukan tipe laki-laki romantis ala K-Drama. Membeli buket bunga bagi saya itu konyol, apalagi harganya tidak murah. Bisa jadi, karena di daerah saya tinggal, tak ada yang jual. Atau mungkin lebih tepat karena faktor keuangan saya yang pertumbuhannya tak sestabil pertumbuhan lingkar pinggang. 😅
Menghidangkan sarapan ke tempat tidur juga bukan sesuatu yang saya anggap romantis. Cukup yakin, kalau tumpah, romantisme akan berubah jadi kerjaan yang jauh dari mesra. Angkat kasur, cuci, jemur.

Saya jelas bukan tipe romantis ala Bollywood. Ga pernah terbayangkan saya bakal nari-nari sambil nyanyi, menabur bunga ke kiri dan kanan, sambil muter-muter nyari pohon atau tiang listrik. Kalau pun nekat begitu, besar kemungkinan akan dipasung oleh istri dan dirukyah.

Tapi ya tetap. Sebagai laki-laki normal, romantis itu harus diupayakan. Tidak semua strategi romantis akan dikupas tajam dan tuntas setajam silet. No way, banyak hal yang ada dalam rumah tangga, itu bukan konsumsi publik.

Tapi ada beberapa usaha untuk romantis. Salah satunya adalah dengan memasakkan makanan buat istri tercinta. Yang paling sederhana, itu mi instan. 'Kebetulan' saya ini Noodleholic. Pecinta Mi. Dan fans beratnya Indomie. Jauh sebelum ada lagu Indomie seleraku. (Indomie jangan marah ya.)

Menu sederhana yang buatnya tak sesederhana instruksi di bungkusnya.

Tapi apakah strategi yang sama bisa diterapkan di semua orang, jawaban sudah jelas. Tidak.
Setiap rumah tangga itu punya masalah berbeda. Dan yang terlihat indah di 'halaman' orang lain, belum tentu cocok bagi orang lainnya lagi.

Makanya, romantisme sejati itu muncul dari pasangan yang sudah melewati masa euforia bulan madu pengantin baru. Semua pasangan pernah mengalami fase itu, ketika semuanya indah (walaupun kenyataannya bisa jadi Susan, Salamah, Esmeralda, Rosemary, Maimunah, dan lainnya). Katanya mudah di tandai dengan melihat nama pasangan di 'contact' hp. Dari Cintaku, terus ganti ke Papanya Anak-anak, terus Fulan bin Fulan / Fulanah binti Fulan (pokoknya nama lengkaplah), hingga akhirnya 'Mabes Polkri' dst.

Ya ga semua begitu. Karena ada yang setelah fase 'pengantin baru' berhasil melanjutkan ke fase 'membangun rumah tangga'. Belajar saling mengenal kurang lebihnya pasangan, menerima bahwa ada perbedaan yang tak bisa perbaiki tapi tak mengganggu hubungan dan komunikasi dalam rumah tangga (misalnya suami fans berat pete, istri anti pete garis keras). Ini fase berat. Karena ini bagian ketika heboh pengantin baru yang semua terasa indah, berganti ke titik dimana kenyataan yang tak selalu seindah harapan atau berbeda dengan yang dibayangkan, akan hadir.

Jadi jangan bawa rumah orang ke rumah kita. Setiap pasangan harus berusaha menjaga rumah tangganya. Dengan cara dan keunikan masing-masing. Dengan karakternya masing-masing.

Mengutip sembarangan postingan seorang kawan fb. Romantisme kelas atas salah satunya ketika seorang suami menyapa istrinya "Wahai perempuan berkain sarung dan daster yang sobek dipangkal lengan, adakah secangkir kopi untukku."

Dan istrinya dengan bahagia menjawab. "Akan kuhidangkan segera, duhai lelaki bertabur koyo dan beraroma minyak angin."

Itu romantisme yang sulit dipahami pengantin baru.

#nikmatisaja
#hidupgaserumititu
#bahagiaitusederhana
#janganlupabahagia
#staysafe