Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Jumat, 06 Oktober 2017

#Belajar dari keikhlasan seorang ibu

Bagi saya ibu adalah segalanya. Walaupun kehadirannya hanya sekejap saja tapi mampu memberikanku berbagai pelajaran berharga. Ibu.. hanya Allah yang tau betapa besar rasa rindu dan sayang kami anak-anakmu semua. Semoga Allah mengampuni segala khilaf dan dosamu, membebaskanmu dari siksa kubur dan menempatkanmu dalam surga-Nya yang tertinggi.  

Ibu orang yang ceria dalam hidupnya..tapi mungkin itu penampakannya saja..apa yang ibu rasakan kami tidak tau. Saat itu kami masihlah anak-anak kecil yang belum terlalu faham dengan seluk beluk hidup ini.

Ibu juga bukan orang yang suka bergosip dengan tetangga. Waktu ibu full mengurus kami di rumah. Ibu hanya akan keluar rumah jika ada tujuan yang jelas.

Ibu tidak pernah bersuara keras kepada bapak, walaupun bapak sebaliknya suka mugerien (membentak) kalau berbicara. Tapi ibu biasa aja menanggapinya, seolah ibu punya begitu banyak stok kata sabar... tarnyata itu tidak mudah ya bu??? 

Ibu adalah seorang wanita yang pekerja keras. Walaupun hanya dirumah mengurus kami tapi ibu juga punya usaha sendiri di rumah. Ibu punya kios yang disatukan dengan rumah kami, ibu juga pernah berjualan rujak. Entahlah saat itu rujaknya laku apa gak saya kurang ingat.

Saya ingat, suatu masa ibu membeli 1 set meja makan. Ibu sendiri yang membawanya pulang dengan mengangkat meja tersebut di atas kepalanya. Saya tidak tau di mana ibu membelinya.

Kehidupan ekonomi kami saat ibu masih hidup masihlah hidup yang sangat sederhana. Saya ingat ibu selalu mendahulukan baju baru untuk kami semua yang dijahit di Toko Dahlia. Ibu sendiri terkadang kurang peduli dengan kebutuhan pribadinya.

Ibu suka membeli buka-buku agama islam. Ada buku tentang shalat yang tebal, ada buku siksa kubur  yang saat saya baca saya kelas 3 SD, bapak langsung bilang gak usah baca buku itu nanti takut, katanya. Kayaknya masih ada lagi buku-buku peningglan ibu yang belum sempat saya baca


Selasa, 03 Oktober 2017

#Romatis Nabawiyah


#Kehidupan

Dalam kehidupan ini suka dan duka silih berganti. Kita tidaklah mampu mengaturnya apakah hidup kita ini mau sedih terus atau mau bahagia terus. Jika kehidupan ini sedih terus mungkin kita akan berputus asa begitupun sebaliknya jika hidup senang terus maka kita tidak akan tau bagaimana rasanya kesusahan dan mungkin kita akan menjadi orang yang tidak mensyukuri segala nikmatnya.

Pada dasarnya musibah dan bencana itu datang karena kesalahan kita sendiri.

Apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (asy-Syuura: 30) Apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. an-Nisaa: 79)

Sering kali kita mengeluh mengapa ujian tak ada habisnya ya? Selesai yang ini datang lagi yang lainnya. Bukankah kehidupan itu sendiri adalah sebuah ujian. Ujian yang akan menjadikan hidup kita lebih berwarna, ujian yang akan mengajarkan kita arti sebuah kesabaran, ujian yang mengajarkan kita berjuta makna kehidupan. Akankah dengan ujian itu kita akan lebih mendekat Kepada-Nya?Atau kita malah makin lupa diri, kita merasa Allah tak sayangkan kita???

“Wahai mereka yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan solat. Sesungguhnya Allah bersama-sama dengan orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153)

Pada umumnya kita merasa bahwa ujian itu berupa kesengsaraan. Kebahagiaan yang terus menerus tanpa ujian sebenarnya itu juga peringatan buat kita. Apakah kita akan terus-terusan lalai dalam kesenangan dunia yang memperdaya?

Saat ujian menimpa yakinlah sebenarnya Allh sedang memanggil kita untuk lebih dekat kepadanya, untuk lebih bersyukur kepadanya, untuk lebih merintih dan berdoa meminta apa saja kepada-Nya.

Semoga dengan segala ujian yang menghadang kita akan lebih tegar dan berprasangka baik kepadanya. Bersabar saat di uji, semoga dengan segala ujian itu kita lebih bijak memaknai apapun yang terjadi dalam hidup ini. Selamat berjuang sahabat semua..semoga kita bersua kembali di surga-Nya.

Senin, 02 Oktober 2017

#Blangkejeren negeri 1000 bukit

Blangkejeren negeri 1000 bukit

Akhir september 2005 saya berangkat ke Blangkejeren dengan ajakan seorang teman. Sebelumnya saya memang sama sekali belum pernah ke sana.

Jarak tempuh dari Takengon ke Blangkejeren sekitar 8 jam perjalanana via L300. Hanya inilah kendaraan yang bisa lewat ke sana selain sepeda motor. Jalanannya yang lumayan sempit, mendaki, licin terkadang juga longsor dan berlumpur menjadi tantangan tersendiri bagi sopir L300.

Bermalam di tengah hutan belantara tanpa makanan, minuman serta tampa penerangan merupakan hal yang lumrah. Saya pernah mengalaminya. Saat kami melintas di tengah hutan tiba-tiba dari atas bukit meluncurlah longsoran tanah yang menolak sebuah mobil kijang yang di parkir di badan jalan langsung ke dalam jurang. Tanahpun menutup semua badan jalan. Saat itu senja mulai turun. Kamipun harus bersabar dan bermalam disana. Kami tidak sendiri ada juga L300 yang lain yang bernasib sama.

Keesokan paginya sekitar jam 9 barulah mobil bantuan datang, kamipun menyeberangi tanah lumpur yang basah, lengket dan dalam. Alhamdulillah akhirnya kami bisa melanjutkan perjalanan dengan bantuan mobil diseberang tanah longsor yang datang dari arah Kota Takengon. Ah perjalanan yang lelah dan menegangkan.

Blangkejeren merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara. Blangkejeren merupakan ibu kota Kabupaten Gayo Lues. Kabupaten ini dikelilingi perbukitan dengan tumbuhan pinus yang menghijau. Tanaman serei wangipun menjamur disini, dibawah naungan hutan pinus mereka tumbuh subur. Kondisi tanahnya yang merah, berbatu dan kurang subur menyebabkan tanaman lain sulit tumbuh subur disana.

Hawanya yang hangat, air sungai yang masih jernih, alamnya yang masih alami membuat hilanglah rasa penat karena jauhnya perjalanan yang kami tempuh. Sayapun menikmati pemandangan yang belum pernah saya lihat.

Mulai dari Ise-Ise yang merupakan batas Kabupaten Aceh Tengah, kita akan mendaki perbukitan yang terus menerus naik layaknya negeri di atas awan. Kita akan sampai di Pantan Cuaca yg dari atas sana kita dapat melihat pemukiman penduduk yang katanya pemukiman trasmigrasi. Dari Sanalah kita mulai melihat bukit-bukit yang berbaris hijau dan memikat hati ditambah air sungai jernih yang memanjang serta berkelok-kelok. Subhanallah begitu indahnya ciptaan-Nya.

Tantangan terbesar kita adalah lelah dan mabuk darat saat kita hendak ke Blangkejeren. Tapi rasanya semua terbayarkan dengan suguhan alamnya yang mempesona.

Blangkejeren mayoritas penduduknya suku Gayo ada juga suku jawa, padang, cina dan suku aceh tapi mereka tidak terlalu banyak populasinya.

Suku Gayo di Blangkejeren mempunyai dialek bahasa yang berbeda jika kita bandingkan dengan dialek suku Gayo Kabupaten Aceh Tengan dan Kabupaten Bener Meriah. Kata orang-orang di sana bahasa gayo orang Takengon dan Bener Meriah lebih lembut dan lebih halus.

Saya saja yang sama-sama suku Gayo saat pertama kali berbicara dengan mereka saya merasa kesulitan dengan bahasa mereka. Ada beberapa kata yang sama sekali asing bagi saya. Akhirnya sayapun lebih memilih bahasa Indonesia saat berbicara dengan teman-teman disana.

Salah satu ke khasan budaya di sana adalah Saman dan Tari Bines. Tari Saman dimainkan para lelaki sedangkan Tari Bines di mainkan kaum perempuan. Syairnya berbahasa Gayo Blangkejeren.

Para penari Bines memakai baju adat kerawang Gayo yang motifnya berbeda dengan Kerawang Gayo Takengon. Penari Saman juga memakai pakaian adat Gayo Blangkejeren ditambah dengan ikat kepala. Motif Kerawang Gayo Blangkejeren di dominasi warna merah dan kuning. Sedangkan motif kerawang Gayo Takengon lebih beragam warna dan coraknya, dominasinya warna hitam.

Tempat wisata disini juga banyak ada air terjun Rerebe, Berawang Lopah, sungai Leme, Kala Pinang, dll

Selama disini kesulitan kendaraan akan kita alami. Mayorita becak mesin sebagai kendaraan utama dan harganya lumayan mahal disini, belum lagi jika tempat yang kita tuju jauh maka siap-siap dengan kantong yang tebal.

Penataan kota yang agak semerawut, sampah, becek dan sanitasi jalan yang kurang layak menjadi masalah yang lumayan rumit.

Jika saja pemerintah mau berbenah diri serta melakukan penataan kota serta perbaikan dan pembaruan vasilitas untuk para wisatawan, saya yakin potensi wisata disini cukup menggiurkan.

Bagi saya mengunjungi suatu tempat yang belum penah kita kunjungi itu punya makna tersendiri buat saya. Hal ini bisa menjadi pengasah jiwa dan juga bagian dari pencarian jati diri.

Di tempat yang baru kita adalah pribadi yang baru dengan orang-orang baru yang kita temui, budaya, adat istiadat, kebiasaan dan banyak lagi perbedaan serta pembaruan yang kita dapatkan. Merubah diri menjadi orang yang lebih baik, lebih berpikiran positif dan tujuan baik lainnya akan lebih mudah terealisasi.

Berpetualang mengajarkan kita kemandirian, keberanian, peluang, tantangan, ketakutan, harapan serta impian. Hal ini tidak akan kita dapatkan jika kita tidak berani berpetualang/berpindah tempat tinggal.

Mungkin selama ini kita terlalu takut keluar dari zona yang kita anggap nyaman, tapi ternyata jika kita berpetualang/berpindah tempat tinggal mungkin pandangan kita akan berbeda jauh. Ternyata zona yang kita anggap nyaman bukanlah tempat yang nyaman ada tempat yang super nyaman yang berpeluang kita dapati jika kita berpetualang/pindah tempat tinggal. Bisa jadi tempat baru kita merupakan batu loncatan kita untuk meraih mimpi dan cita-cita hidup kita. Semoga..

by. Nismawarni

kompetisi #skyscannerindonesia "Tiket pesawat" http://skyscanner.co.id





#ahaskyscanner

https://competition.c2live.com/skyscanner-aha-moments-saat-…

sumber gambar https://www.google.co.id/search?q=kerawang+gayo+lues tanggal 26 

#Banda Aceh kota Madani

Banda Aceh kota Madani
Tahun 1997 saya berangkat ke Banda Aceh untuk melanjutkan sekolah bersama kakak saya yang akan masuk kuliah.
Awalnya tidak ada rencana saya akan melanjutkan sekolah disini. Alhamdulillah dengan segala kemudahan yang Allah berikan akhirnya saya bisa bersekolah di Banda Aceh.
Saya lahir di Pondok Baru Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah. Masa SD dan SMP saya di Pondok Baru.
Awal ke Banda Aceh saya sempat khawatir apakah saya yang anak daerah mampukah bersaing di ibu kota provinsi Aceh ini?
Saat awal saya ke Banda Aceh, Banda Aceh belumlah seperti saat sekarang ini. Dulu hanya ada lobur dan labi-labi sebagai sarana transportasi disini. Lobur adalah sebutan bis besar yang warnanya hijau tua dengan bangku-bangku besinya yang telah di makan usia. Mahasiswa dan pelajar akan berebutan masuk ke Labor untuk mendapatkan tempat duduk. Ongkos lobur lebih murah dari pada ongkos labi-labi. Jadi jangan heran jika saat itu lobur menjadi primadona bagi pelajar dan mahasiswa di Banda Aceh.
Seingat saya jika kita naik lobur kita harus cekatan dan siaga untuk bilang ke kernetnya di mana kita akan turun. Pak kernet akan mengetok dinding lobur dengan uang koin sambil berkata ""minggir..minggir.."sebagai isyarat buat pak sopir untuk minggir dan berhenti karena ada penumpang yang akan turun maupun yang akan naik. Tak jarang pula saya harus meloncat dengan cepat jika ingin turun karena sopir lobur terburu-buru dan biasanya mengerem dengan dadakan.
Mengenai ongkos pak kernet akan mengutip ongkos saat lobur sedang berjalan. Uang kita akan dikembalikan dengan pas. Biasanya kami para penumpang telah menyiapkan ongkos uang recehan 300 rupiah sekali jalan rute pasar Aceh -Darusalam (kalau tidak salah ya??)
Ongkos labi-labi sekali jalan rute Pasar Aceh -Darussalam 500 rupiah (seingat saya begitu). Jauh dekat dihitung sama tarifnya.
Saat itu sepeda motor masihlah barang mahal, hanya satu dua orang yang ke sekolah atau ke kampus naik sepeda motor. yang lain memilih berjalan kaki jika jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah dan kampus.
Tahun 1999 masa adanya komplik di Aceh, kami juga siswa SMA kena imbasnya. Pernah suatu saat saat saya dan teman-teman pulang sekolah naik labi-labi pas tiba di jembatan Simpang Mesra, tiba-tiba sudah rame mahasiswa demontrasi, ada yang bakar ban di badan jalan jembatan, ada yang menyemprotkan gas air mata. Tiba-tiba jalanan jadi heboh dan tak karuan. Untunglah kami tak terjebak ditengah para demonstran. Mata kami pedih seperti di tabur bubuk cabe, air matapun tak bisa ditahan lagi, teman-teman yang punya jerawat di wajahnya tambah heboh karena rasa pedih akibat gas air mata.
Pak sopir labi-labi dekat cekatan berbalik arah. Kamipun melewati jalanan pedesaan arah ke Kajhu dan terus saja berjalan hingga memutar di bundaran Simpang Mesra.
Alhamdulillah sayapun bisa sampai di rumah kontrakan kami di Lingke jam 15.30.
Saat tsunami terjadi di Aceh, kebetulan saya berada di Lamtemen Timur. Sebelumnya ada teman yang mengajak ke tempat kakak sepupunya di Lamtemen Timur. Kamipun menginap di sana.
Tiba-tiba gempa datang saat kami hendak pulang kembali ke kos-kosan kami di Darussalam. Kamipun mengurungkan niat untuk pulang. Gempanya cukup kencang. Kamipun keluar rumah dan berjongkok di tanah sambil berpegangan di rerumputan depan rumah kontrakan kakak sepupu teman saya itu.
Saya melihat seorang nenek yang sudah sangat tua keluar dari rumahnya, matanya tidak dapat lagi melihat. Lemari besar didalam rumahnya ambruk dengan suara yang cukup keras.
Saat itu listrik langsung padam, sinyal hp yang saya pegang juga raib entah kemana. Saya bertanya-tanya dalam hati ada apa ini??
Dari jalan di samping rumah banyak orang ribut dan berlari-lari tidak tentu arah. Kamipun bertanya kepada mereka apa bu??tapi tak seorangpun yang tau apa yang sebenarnya terjadi.
Dari kejauhan bunyi sirine pemadam kebakaran dan bunyi dengungan, entah dengungan apa itu. Kamipun semua panik bahkan ada yang sudah teriak-teriak tak jelas.
Tiba-tiba bunyi dengungan itu semakin mendekat, dekat dan dekat. Kamipun melihat dari belakang rumah muncul air bah hitam, tinggi, menghantam dan membawa serta mobil truk, rumah, pohon-pohon besar dan lain sebagainya. Kamipun dengan panik masuk ke dalam menasah di samping rumah.
Didalam menasah arus air cukup deras, airnya terus naik dan naik lagi. Kamipun berpegangan satu sama lain. Saya berpegangan pada jilbab teman saya, sedang kan teman saya memegang besi pintu pagar menasah. Air semakin meninggi, sayapun sudah tak lagi menginjakkan kaki dilantai menasah, kami semua terombang ambing. Lantai menasah setinggi 2,5 m hampir penuh dengan air, kepala kami sudah menyentuh atap lantai 1 menasah.
Kamipun berinisiatif naik ke lantai 2 menasah tersebut. Air bah itu masih saja bertambah ditambah gempa yang rasanya semakin kencang saja. Kamipun mulai duduk menangis, ada yng berdoa dengan berderaian air mata, ada yang menangis histeris karena balitanya tak bisa dia selamatkan saat naik ke lantai 2 menasah, sayapun membuka dan membaca Alquran yang saya pegang, semua larut dalam duka.
Dari atas menasah saya melihat mayat-mayat mulai mengapung, seorang bapak duduk termenung di atas sebuah atap rumah yang hanya tampak atapnya saja, sekeliling kami air kolam menghitam yang sangat luas selepas mata memandang hanya itu pemandangan dari atas sana.
Sekitar pukul 11.30 air bah yang hitam pekat itu mulai surut. Nampaklah pemadangan yang lebih mengerikan, mayat-mayat balita, orang tua, remaja, hewan-hewan dan lain sebagainya bertebaran di mana-mana. Mayat-mayat tersebut menghitam warnanya laksana kena tumbahan oli mobil.
Kamipun turun dari menasah dan berlari secepat yang kami bisa. Tidak ada lagi jalanan yang tampak semua tertutup pohon besar yang tumbang, mayat-mayat serta sampah-sampah berserakan. Kamipun melewati itu semua. Tujuan kami jalan besar. Alhamdulilah, hanya dengan mengenakan kaos kaki tanpa sandal kamipun sampai dijalan besar yang keadaanya tidak jauh beda.
Tampaklah kerumunan orang yang lalu larang tak tentu arah, mobil reo yang penuh sesak muatannya. Semua wajah berduka dan tak ada senyuman. Kamipun tak tau lagi hendak ke mana dengan pakaian dan seluruh badan yang kotor dan bau serta rasa lapar yang mulai menyerang kami, kami hanya duduk di pinggir jalan Stui Banda Aceh.
Alhamdulillah setelah 3 (tiga) hari mengungsi di lapangan pemancar TVRI Gue Gajah kamipun dijemput rombongan L300 keluarga teman saya dari Bius Kabupaten Aceh Tengah. Kami pulang dengan selamat tapi trauma tsunami masih sangat kentara di ingatan kami.
Saat ini Banda Aceh sudah jauh berubah. Bangunan-bangunan megah mulai menjamur. Tempat wisata mulai bermunculan. Musium Tsunami, Masjid Raya Baiturrahman, Pantai Luek Sedu, Water Bom, UPTD Kapal Apung, Taman Putro Phang, Hermes Mall dan masih banyak lagi.
Tempat-tempat pendidikan juga tersedia disini. Universitas Syiah Kuala sebagai jantung hate Rakyat Aceh, STIK Pante Kulu, Universitas Abulyatama, Universitas UIN Ar-Raniry, Universitas U'budiyah Indonesia, dan seterusnya.
Bagi saya banyak hal yang saya dapatkan selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun saya merantau ke Banda Aceh.
Banda Aceh merupakan tempat hijrah pertama bagi saya pribadi. Dulunya saya hanya berjilbab saat ke sekolah saja saat SLTP. Mulai di Banda Aceh saya mulai belajar berjilbab dalam keseharian saya. Bukan hanya hijrah secara pakaian, saya juga terus menambah ilmu pengetahuan saya dengan les bahasa Inggris di LDC IAIN Ar-Raniry, belajar Tahsin (cara membaca Alquran dengan Tajwid), mengikuti seminar ESQ, pelatihan kepemimpinan, pelatihan menulis, workshop komputer, seminar muslimah dan lain sebagainya.
Saya merasa hidup kita ini singkat saja, maka isilah dengan hal-hal yang membuat kita lebih positif dalam berpikir, lebih bisa bergaul dengan siapapun, lebih mau menerima serta memahami perbedaan, lebih belajar bersyukur dengan apapun kondisi kita saat ini, lebih mau belajar dan belajar lagi hingga akhir hayat kita.
Semoga kita bisa bermetamorfosis laksana kupu-kupu yang semakin hari semakin berproses kearah kebaikan, makanannya baik serta indah warnanya.
Semoga kita bisa menjadi pribadi yang tidak hanya indah fisiknya tetapi indah juga akhlak, pribadi serta pemikirannya.
Semoga....
By. Nismawarni
Kompetisi #skyscannerindonesia
#ahaskyscanner
“tiket pesawat” -> http://skyscanner.co.id



#skyscanner Travel Guide: Anti Ketinggalan Tiket Pesawat Murah