Al kisah sebuah keluarga yang berprinsip bahwa suami adalah perisai kita diakhirat kelak, "Jadi jangan salah ya, menempatkan baju di kulkas itu bukan tempatnya. Nanti suami itu jadi perisai kita diakhirat, kita gak dihisab lagi tetapi suamilah yang menanggung dosa kita". Kalau bagi saya pribadi pernilaian itu di dasari rasa tanggung jawab, terutama tanggung jawab nafkah. Di buku nikah pada sighat taklik di paparkan dengan jelas. "Jika suami tidak menafkahi tiga bulan maka istri bisa menggugat cerai". Itu salah satu poinnya. Memperlakukan istri dengan baik..muassyarah bil ma'ruf. jika suami tidak menafkahi, menyakiti istri baik dengan KDRT ataupun dengan kata-katanya, menyalahkan istri, cemburu buta seolah istrinya artis yang digandrungi banyak lelaki, sementara istri mencari nafkah kesana kemari untuk biaya rumah tangga dan anak-anaknya. Ada masanya si istri sudah merasa tak memiliki suami, karena baginya mempunyai suami dan tak punya suami tak ada bedanya.
Saat seorang suami tidak lagi merasa memiliki tanggung jawab mencari nafkah karena istri sudah mengambil alih, bukankah marwah suami itu ada pada kerja kerasnya mencari nafkah buat keluarga? Kalaulah anda sebagai suami tidak ada kemauan mencari nafkah untuk keluarga anda mending dari awal anda menjomblo selamanya. Anda bebas mau hidup seperti apa, tak ada tanggung jawab buat anak dan istri.
Bukankah yang namanya mitsaqan ghaliza itu perjanjian yang kokoh antara suami dan tuhannya? peralihan tanggung jawab seorang gadis yang semula dari tanggung jawab orang tuanya dilimpahkan kepadamu wahai suami? Tanggung jawab nafkah, tanggung jawab pendidikan dunia dan akhirat, tanggung jawab kasih dan sayang. Orang tua manapun tak ada yang redha saat anak yang dari kecil di sayang, di didik dan dilindungi harus di serahkan kepada lelaki yang tak bertanggung jawab. bagaimana tanggung jawab anda wahai suami kepada Tuhanmu?
Saat bersama orang tuanya dia tidak akan dibiarkan menangis dan bersedih sementara anda yang sudah menikahinya hanya luka dan air mata yang ia dapatkan. Jika sekarang posisi anda dibalik, anda sebagai orang tua si anak gadis apakah anda redha?
Memiliki suami tapi bagai janda sebelum waktunya itu menyakitkan. Mungkin kita bisa menyimpan semuanya tapi sampai kapan? Bukankah menikah itu untuk mendapatkan teman hidup yang akan membuat kita merasa tenang kepadanya. Memiliki teman bercerita mulai dari hal-hal remeh hingga yang butuh keseriusan. Menua bersama dalam ketaatan dan cinta kepada-Nya. Jika tidak ada lagi kecocokan untuk apa dipertahankan yang ada bersama tapi tak sejiwa, bersama tapi tidak ada lagi rasa saling membutuhkan, rasa saling sayang, percaya dan mau berkorban demi orang yang disayangi.
Ada yang bilang pasutri itu layaknya pakaian yang saling menutupi kekurangan masing-masing. Pasutri itu layaknya teman dekat yang tak ada sekat untuk dia bercerita dan berkeluh kesah tentang apapun. Saling terbuka dan saling percaya satu sama lain. Mau saling menekan ego dan berusaha saling memahami dan memaklumi. Dan ternyata itu semua tidaklah mudah.
Jika ada pasutri yang tetap bergandengan tangan hingga menua itu bukan karena mereka bucin tapi mereka tak tenang tanpa ada pasangan didekatnya layaknya pakaian yang melekat di tubuh. Kalau bahasanya Salim Afillah "bukan tanpamu aku tak bisa tapi tanpamu aku tak tenang".