Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Rabu, 22 Desember 2010

#lelaki pendek, hitam & lebih jelek dari untanya (resensi buku)


 Hidup terlalu mahal untuk di biarkan seperti air mengalir.  Hidup harus direncanakan, diarahkan dan dipelihara sedemikian rupa agar tujuan hidup benar-benar tercapai. Hidup harus pula direvisi, dibenahi, dirubah jika perlu dan memang harus mengalami perubahan.

Menjadi pintar berbeda dengan menjadi mengerti. Sebab pintar hanyalah alat. Dengannya kita bisa belajar untuk mengerti. Pada saat orang lain juga bisa menggunakan kepintarannya untuk membodohi dan mengakali.
            Alangkah banyak orang pintar. Tetapi alangkah sedikit yang mengerti. Dari dasar sanubari yang tak terbohongi, bertanyalah selalu pada diri sendiri, dengan kadar kepintaran seperti apapun, adakah hari ini kita bertambah mengerti?

            Kesendirian sebenarnya hanya suasana lain dari keunikan dan keistimewaan yang dimiliki seseorang. Maka ketika sejarah banyak mencatat kesendirian orang-orang besar, sesungguhnya kesendirian itu bukan duka maupun kesedihan. Kesendirian orang-orang besar dalam sejarahnya, adalah justru merupakan tahap pemunculan keistimewaan dan keunikannya yang berbeda dibanding orang-orang pada zamannya.
            Bagi orang-orang besar itu, kesendirian bahkan bisa menjadi lebih bermakna dari kebersamaan. Kesendirian bagi mereka justru membawa mereka pada kematangan jiwa hingga mereka berhasil mengurai rantai prestasi demi prestasi besarnya dalam hidup. Itulah makna kesendirian yang terkandung dalam pesan Ibnu Taimiyah saat ia berada dibalik jeruji penjara,”sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena didalamnya terdapat kebaikan besar.”

            Betapa sering perjalanan hidup kita terhenti. Bahkan oleh hal-hal yang tidak terlalu serius. Betapa banyak orang  berhenti dari mengejar cita-cita, kehendak mulia, mimpi-mimpi fantastis dalam capaian prestasi, hanya lantaran keteledoran, hanya karena ulah menyimpang yang mulanya hanya iseng-iseng belaka, atau mental “nanti dulu”, atau sikap “sebentar dulu”. Akhirnya lama-kalamaan jiwanya mulai layu, semangatnya mulai redup. Gairah berkaryanya  semakin kering. Akhirnya ia pun terhenti dari segala harapan yang telah menanti diujung kerja kerasnya.

            Menjadi seorang muslim yang tak mengenal kata henti dalam berjalan, berusaha, berkarya, adalah pilihan keimanan untuk tujuan nan jauh di akhirat sana. Sebab di atas arah jalan itu hidup seorang muslim menjadi punya arti.
            Dalam kehidupan salafussalih, keberartian tidak diperoleh dalam waktu yang singkat. Tidak pula dengan usaha yang setengah-setengah. Orang-orang besar di dalam tarikh umat islam yang gemilang, menjadi besar karena mereka tidak pernah lelah menabung untuk investasi keberartiannya, hari demi hari, waktu demi waktu, detik demi detik. Imam bukhari setiap malam bisa terbangun dua puluh kali, untuk menuliskan hadist-hadist yang dihapalnya. Ia tidak pernah berhenti untuk menjadi berarti. Maka kini ia memetik jerih payah itu. Ia menjadi maha guru ahli hadist sepanjang masa.

Tidak ada komentar: