Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Minggu, 15 Mei 2022

#Dua wanita di masa yang berbeda 8

Berdasarkan hasil rembuk kami semua maka mamak di rujuk ke Rumah sakit Zainal Abidin. Di sana mamak di periksa ulang. Berdasarkan hasil pemeriksaan mamak dinyatakan jantung membengkak dan paru-paru mengecil, makanya mamak sering sesak napas. 

Selama di rumah sakit kami bergantian menjaganya. Adek ke 4 yang selalu standby di sana. Dia akan istirahat di jika ada yang menggantikan. Adik ke 4 saat itu belum menikah, sedangkan adik ke 5 sedang kuliah. Kami 2 orang kakaknya yang di Banda Aceh sudah menikah dan mempunyai anak. Otomatis ruang gerak kami semakin terbatas.

Saat aku pertama kali melihat mamak di kamar rumah sakit, spontan timbul rasa sedih melihat kondisi mamak. Tapi tentu saja kami tak boleh menampilkan wajah sedih di sana. Kami harus kuat, harus bisa menghibur mamak. Tubuh mamak yang tinggi besar tinggal tulang-tulang yang menonjol juga gelambir kulit yang menggantung di lengan dan kakinya. Ke mana mamak yang dulu?

Saat itu aku memperlihatkan rekaman video anak bungsu kami yang sedang menari di Taman Budaya. 

Mamak melihat nya sambil berucap "Sudah besar dia ya. " 

Makanya mamak cepatlah sembuh, biar kita bisa pulang, mamak gak rindu rumah?. " Tanyaku. 

"Disinipun betah, " Ucap mamak singkat. 

Mak, kalau kita sabar menghadapi penyakit kita, banyak pahala yang kita dapat, ucapku seraya menyuapi mamak makan buah pir. Alhamdulillah mamak masih lahap makannya.

Saat giliran abinya anak-anak yang menjaga mamak. 

"Mana yang sakit mak?", tanya suamiku. Mamak hanya menggeleng kan kepalanya. 

Seringnya mamak sambil duduk tapi dari raut wajahnya kadang dia nampak geram sambil menghela napas panjang. Suamiku bertanya "Kenapa mak?. " 

"Gak apa-apa", jawab mamak. 

Mamak seringnya hanya diam tapi dalam diamnya beragam ekspresi tertampang nyata di wajahnya. Mamak tidak lagi mengkhawatirkan bapak. Kalau dulu saat di ajak tinggal di rumah salah satu dari kami, mamak akan mengatakan 

 "Bagaimana nanti bapakmu? ". 

Tapi saat itu mamak seolah-olah sudah melepaskan semuanya. Aku pernah bertanya kepada mamak. 

"Mak, nanti jodoh si ayu (adik ke 4) mau yang seperti apa mak?", "Dia harus pandai mengaji", jawab mamak dengan suara sendunya. 

"Iya mak, mamak tenang aja nanti kita carikan jodoh buat Ayu yang pandai mengaji ya mak, penting mamak cepat sehat, jangan banyak pikiran", ucapku. 

Suatu hari saat mamak masih di rawat di rumah sakit. Adik ke 4 pernah bercerita. Katanya saat menjaga mamak di kamar rumah sakit, mamak pernah bertanya kepadanya " Yu, di kaki mamak tu siapa? . "

"Gak ada siapa-siapa mak, memang orangnya seperti apa mak?. " Mamak hanya tersenyum saja. 

Selama mamak di rumah sakit, bapak tidak pernah menjenguknya. Kata bapak "Ini lagi musim buah kopi, jadi gak bisa di tinggal. " 

Pernah juga saat aku bertanya ke bapak "Bapak kapan ke Banda?. " 

"Ini, aku lagi di Medan sama teman ada urusan sedikit. "

Aku jelas kecewa dengan sikap banyak yang lebih mementingkan buah kopi dan urusan temannya dari pada menemani mamak di rumah sakit. Saat itu mamak sepertinya sudah sangat faham dengan sifat bapak memang seperti itu.

Pak Cik dan Bibi dari almarhum ibu mereka juga komplen dengan mantan abang iparnya. 

Hari itu tepat Hari Sabtu, saat adik ke 1 akan menjemput mamak ke Banda Aceh untuk di bawa pulang ke Takengon. Mulai dari pagi mamak sudah menampakkan rasa tidak nyamannya. 

Pukul 11 siang aku ke rumah adek ke 2. Saat itu mamak tinggal di rumah adik ke 2 setelah pulang dari rumah sakit. Aku masih sempat menyuapi mamak sarapan walaupun sebenarnya hari sudah siang. Mamak masih lahap mengunyah makanannya. Saat itu dada mamak berbunyi seperti dahak yang tertahan. Adik ke 4 sempat memintaku membelikan obat batuk berdahak.

Saat aku siap-siap untuk pamit karena akan berbelanja ke pasar. Mamak bertanya "Nis, mau ke mana?. "

"Mau ke pasar dulu mak. " Jawabku sambil menyampirkan tas ransel di punggung. Mamak menatapku dan mengatakan "Hati-hati di jalan ya".

" Iya mak, mamak lekas sembuh ya. Nanti Nis balik ke sini lagi", ucapku. 

Rupanya adik ke 4 mengatakan sejak pagi mamak gak berkata-kata lagi. Berarti saat mamak berbicara kepadaku itu merupakan kata-kata terakhirnya di hari itu. Makanan yang kusuapkan merupakan makanan terakhir yang mamak makan sebelum wafatnya. 

Saat aku akan shalat Ashar di Masjid Prada, Tiba-tiba HP ku berbunyi. Adik ke 2 yang menelpon. "Kak Nis, mamak sesak napas ini. Kak Nis ke sini terus ya?", ucapnya. 

"Lagi di Prada ni, mau shalat Ashar dulu", jawabku. 

"Kak Nis tolong carikan ambulance ya. Biar kita bawa mamak ke rumah sakit, " Pinta adik ke 2.

Selesai shalat akupun langsung menyelesaikan urusanku saat itu juga. Aku bergegas ke rumah sakit Prince Nayef Unsyiah untuk menanyakan keberadaan mobil ambulace, rupanya sopirnya lagi keluar sebentar. Akupun meminta nomor HP pak sopir ambulace. Selanjutnya ke klinik Aisya dan klinik Peunawa, rupanya mobil ambulace mereka sedang di pakai. Akhirnya sopir rumah sakit Nayep menelpon jika butuh ambulance mobilnya sudah ada. 

Alhamdulillah adik ke 2 baru saja mengabarkan ada mobil tetangganya yang bisa di pakai. Abinya anak-anak langsung berangkat ke rumah adik ke 2. Sebelumnya aku sudah mengabari suami dan minta tolong untuk melihat kondisi mamak. 

Saat tiba di rumah adik ke 2, suamiku langsung memegang kaki mamak yang mulai dingin. Suamiku berkata ke adik ke 3 "Yu, antarkan mamak Yu", pinta suamiku. 

"Antarkan ke mana bang?,  tanyanya bingung. 

"Talqin ya bang, " Ucap adik ke 2 sambil bergegas ke luar dari kamarnya. 

Akhirnya mamak diangkat oleh suamiku ke mobil. Adik ke 2 memangku kepala mamak. Selama perjalanan adik ke 2 mentalqin mamak. Sesampainya di rumah sakit mamak langsung masuk IGD. Adik ke 4 dan suamiku   mendampingi mamak selama di IGD. 

Saat itu aku dan anak-anak masih di rumah menunggu kabar mamak di IGD. Selepas magrib adik ke 4 mengirim WA di grup keluarga. "Di sebelah tempat tidur mamak ada bapak-bapak yang barusan meninggal, cepatlah datang ke sini, " Tulisnya. 

Saat itu suamiku masih sholat Magrib di masjid rumah sakit. 

Sekitar jam 8 malam, dokter memeriksa kondisi mamak. 

Suamiku langsung mengurus administrasi rawat inap buat mamak. Kondisi mamak saat itu sudah tenang tidak lagi sesak napas. Tak berselang lama setelah dokter keluar, suamiku baru melangkah akan keluar ruangan. Tiba-tiba langsung bunyi alarm denyut jantung mamak di monitor kamar IGD, grafik denyut jantungnya langsung datar. Tit...tit...tit.... 

Para dokter langsung panik dan kembali masuk ke kamar IGD. Mereka mencoba memacu jantung mamak dengan alat pacu jantung. Tapi semuanya tak berhasil. Mamak dinyatakan meninggal pada tanggal 12 Mei 2018 pukul 21.15 WIB. 

Adik ke 3 terasa mimpi melihat mamak yang telah terbujur kaku. Air matanya langsung tumpah ruah tanpa bisa di bendung lagi. Suamiku berusaha menenangkannya, "Sudah Yu, jangan menangis berlebihan, nanti kasihan mamak kita," Ucap suamiku. 

Ya begitulah akhir cerita hidup mamak.

Saat itu di Bener Meriah, bapak baru saja mengabarkan ke kami kalau dia akan berangkat malam itu ke Banda Aceh. Setelah sampai di Lampahan bapak menerima SMS dari suamiku. 

'Bapak tidak perlu lagi ke Banda, mamak sudah meninggal sesaat tadi. '

Saat itu entah bagaimana reaksi bapak. Bapak yang berada di dalam mobil L300 langsung turun lagi untuk balik ke rumah. 

Urusan rumah sakit baru selesai sekitar jam 23.00 WIB. Suamiku mengabarkan bahwa ia dan adik ke 4 dan adik ke 5 langsung naik mobil ambulance ke Pondok Baru mendampingi jenazah mamak. 

Sepanjang perjalanan adik-adik terus saja menangis sambil membaca Al-Quran.

Sebelumnya adik ke 4 bertanya kepada suamiku "Bang, mamak boleh di kasih bantal kepalanya?. " 

"Gak boleh, nanti kepala mamak kaku dan susah diluruskan. "jawab suamiku. 

Perjalanan Banda Aceh - Pondok Baru Bener Meriah tentunya makin terasa panjang saatbdini hari yang dingin dan sepi itu. Membersamai orang yang kita sayangi tapi dia tak lagi bernyawa. Penyesalanpun sudah tak ada gunanya. Mungkin ada rasa menyesal karena sudah pernah berkeluh kesah selama menjaga mamak. Mungkin ada rasa bersalah mengapa mamak tidak dari dulu di bawa ke Banda Aceh. Mengapa mamak begitu terlambat untuk menyatakan kesediaanya untuk kami rawat saja di rumah kami anak-anaknya yang berjumlah 9 orang. Yah kita memang punya rencana tetapi semua sudah tertulis di Lauh Mahfud sebelum mamak lahir ke dunia. 


Janji sudah terucap dan penapun sudah di angkat. Baktimu telah tunai, engkau pergi dengan meninggalkan kenangan suka dan duka buat kami. Semoga segala pengorbananmu untuk kami  mampu menambah pundi-pundi pahala amal kebaikanmu. Semoga kami dapat mengambil pelajaran yang banyak dari kisah hidupmu selama 30 tahun kebersamaan kita. Mohon dimaafkan segala salah dan khilaf kami anak-anakmu. Mohon dimaafkan jika selama engkau sakit engkau pernah merasa kami tinggalkan dalam kesedihan dan kesendirian. "Kami mencintaimu dengan cara kami masing-masing. Kami anak-anak tiri dan anak kandungmu mencintaimu. Semoga mamak khusnul khotimah."

Respon kami anak-anak mamak saat mengetahui mamak telah wafat di episode selanjutnya

Tidak ada komentar: